Kamis, 26 Mei 2011
Siswa Siswi Jepang Paling Sopan di Dunia
Minggu, 22 Mei 2011
Amerika Bangun Megaproyek Matahari Buatan
Dokter Pakai iPod untuk Bantu Operasi Bedah
Kabar Gembira, Lubang Ozon Mengecil
Pada protokol yang ditandatangani tahun 1989 disepakati penggunaan chlorofluorocarbons(CFC), bahan beracun yang biasa digunakan pada penyejuk udara dan lemari es tidak boleh lagi digunakan.
Jantung Stop 96 Menit, Pria Ini Tetap Hidup
Howard Snitzer, 54 tahun, membuat sejarah dalam dunia kedokteran. Dia bisa bertahan hidup tanpa detak jantung selama 96 menit. The Wall Street Journal pada Selasa 17 Mei 2011, dan juga dikutip ozarksfirst.com, menuliskan peristiwa langka yang terjadi pada Januari lalu itu.
Mengapa tim medis itu memberi kejutan jantung?
15% Stroke Terjadi Saat Tidur
Virus Ebola Kembali Muncul
Bakteri Pembunuh Parasit Malaria Ditemukan
Bakteri dalam Usus Pengaruhi Perilaku Anda
Di Rondonia Brazil, Waktu 'Tak Berjalan'
Kebanyakan manusia modern percaya dengan ungkapan 'waktu adalah uang'. Namun ungkapan itu tak akan pernah berlaku saat Anda pergi ke Rondonia, perbatasan antara Brazil dan Bolivia.
Sebab, percaya atau tidak, suku asli di sana, Amondawa, tak pernah mengenal konsep waktu. Mereka tak memiliki standar ukuran waktu untuk dihitung atau dibicarakan.
"Bagi suku Amondawa, waktu sama sekali tidak eksis," kata Profesor Chris Sinha, peneliti dari University of Portsmouth, kepada situs DailyMail.
Setelah meneliti suku itu selama delapan minggu, Sinha berkesimpulan bahwa suku Amondawa adalah suku yang memiliki 'kebebasan' terhadap waktu.
Mereka tak pernah mendiskusikan pekan depan, bulan depan, atau bahkan tahun depan. Sebab, bahasa mereka sama sekali tak punya kosa kata 'pekan', 'bulan', atau 'tahun'.
Bahkan tak satupun anggota suku itu yang memiliki umur. Dalam kehidupan sehari-hari, suku Amondawa cuma mengenal pembagian antara siang dan malam, atau musim hujan dan kering.
Untuk mengenal senioritas dan posisi di suku ini, semua anggota suku ini akan berganti nama bila ada anggota keluarga baru yang lahir. Nama mereka akan berubah, karena terdahulu musti diberikan kepada anggota keluarga yang lebih muda.
Suku Amondawa awalnya adalah suku yang terisolir, dan mulai mengenal dunia luar sejak 1986. Mereka tetap melanjutkan tradisi mereka termasuk berburu, menjadi nelayan, dan berkebun.
Gempa Jepang Geser Dasar Laut Hingga 24 Meter
Bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang Maret lalu ternyata telah membuat perubahan yang signifikan terhadap kondisi bumi, lebih dari yang diperkirakan oleh peneliti sebelumnya.
Seperti dikutip dari situs DailyMail, gempa hebat itu ternyata telah menggeser dasar laut secara memanjang, hingga 79 feet atau 24 meter. Temuan ini telah dipublikasikan dalam jurnalScience.
Pada paper tersebut, pengawas pantai Jepang merilis data dari lima instrumen geodesi yang antara 200-2004 mereka tempatkan di sepanjang garis patahan di dasar laut, yang menjadi penyebab terjadinya gempa hebat itu.
Salah satu instrumen tadi, bahkan berada tepat di atas episentrum gempa yang berskala 9 Skala Richter itu. Instrumen itu diberi nama stasiun MYGI.
Ternyata, pengukuran yang dilakukan menyatakan bahwa telah terjadi pergesaran stasiun pemantau itu, hingga sepanjang 24 meter ke arah Timur-Tenggara dari lokasi sebelumnya, yang diukur pada Februari 2011.
Tak hanya itu, stasiun itu juga telah bergerak ke atas hingga sekitar 3 meter. Dr Mariko Sato, pakar geodesi dari pengawas pantai Jepang yang berbasis di Tokyo, yakin bahwa seluruh pergerakan itu terjadi selama gempa Jepang berlangsung.
"Skala pergeseran ini nyaris dua kali lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya, bila menggunakan data terestrial," kata Sato kepada situs BBC.
Dengan adanya temuan ini para peneliti mewanti-wanti kemungkinan terkumpulnya tekanan seismik yang sangat besar yang tersimpan di sekitar wilayah gempa, sehingga memicu resiko adanya gempa yang lebih mematikan lagi. Gempa dan tsunami itu sendiri telah memakan 24 ribu korban jiwa dan hilang. (umi)
RI Terpilih Lagi Jadi Anggota Dewan HAM PBB
Laba-laba Pemburu Raksasa Purba
Untuk pertama kalinya sejak puluhan juta tahun lalu, seekor laba-laba pemburu raksasa menampakkan dirinya.
Penampakan itu bukanlah penampakan fisik, melainkan hasil pemodelan yang dilakukan oleh para peneliti berdasarkan fosil berusia 49 juta tahun, yang terkubur di dalam batu ambar berwarna kegelapan, sehingga sulit untuk dilihat dengan mata telanjang.
Menggunakan metode X-ray computed tomography, para peneliti asal Jerman dan Inggris berhasil merekonstruksi gambar 3 dimensi dari laba-laba purba ini.
"Riset ini sangat menarik dan sukses, sehingga bisa diterapkan pada spesimen ilmiah penting lainnya, yang terjebak pada batu ambar gelap," ujar David Penney, peneliti dari University of Manchaster, seperti dikutip oleh LiveScience.
Pada masanya, hewan yang merupakan anggota genus Eusparassus itu hidup di iklim tropis, di sebelah selatan Eropa saat ini. Dari kaki ke kaki, tubuh mereka dapat tumbuh hingga sepanjang sekitar 30 m.
Hasil pencitraan itu menunjukkan struktur wajah laba-laba, mulai dari mata, taring, hinggapedipalp atau organ tubuh perasa laba-laba yang berada di dekat mulut.
Menurut penelitian yang telah dipublikasikan di jurnal Naturwissenscchaften itu, laba-laba pemburu ini memiliki perilaku yang tidak agresif, dan tidak beracun terhadap manusia.
Namun, mereka tetap bisa menyebabkan gigitan yang menyakitkan.